Sunyi merambat hebat di tengah penat
Melamun, mencekik, mengharu pula
Tak mengerti waktu, ia terus melaju
Mengusap harap, meluka candu
Dua puluh empat jam tujuh kali
Mata ini masih saja terus beliak
Mencoba pejam, tubuh menolak
Mencoba terima, namun otak menangis
Perih...
Seperti getah daun pepaya yang menetesi luka
Merobek nyaman, memicu lara
Namun benar, menyembuhkan
Walau rasa melepuh sangat
Diam, mencoba mengerti, bahkan memahami
Tapi apa?
Tak ada apa-apa
Semua hanya ilusi
Fatamorgana yang memilukan
Mencipta air di akar mata
Menggores tinta di lubuk lara
Memeluk kaki yang kian membeku
Tak mau henti, gigil melulu
Aneh...
Serasa bukan kakiku
Lantas kaki siapa?
Kaki tetangga?
Atau kaki penguasa?
Bukan, ini kakiku
Kaki yang selalu aku curigai
Kaki yang tak pernah aku percayai
Joe Azkha, 2020