<<sebelumnya di bagian 5...
Setibanya di kampus, Aska langsung berlari menuju ruang Bu Pina. Tampak sepi, hanya terlihat banyak tumpukan kertas di atas meja. Tak terlihat adanya tas branded di pojok meja, berarti dapat di simpulkan bahwa Bu Pina belum datang. Ia pun langsung melakukan ritual untuk mencari tahu keberadaan Bu Pina.
“Hmfff.. hmmfff...” endus Aska pelan.
Aska tak mencium adanya bau parfum lafender, berarti dapat di simpulkan bahwa Bu Pina belum memasuki ruangannya di pagi itu. Parfum lavender menjadi bau khas dari Bu Pina setelah ia terjangkit demam berdarah beberapa bulan silam.
“Yaelah, bagaimana nih kampus mau maju. Jam segini masih sepi aja nih kantor. Payah!” ujar Aska di ruangan Bu Pina sendirian.
Aska tidak sadar bahwa setiap hari semua dosen matakuliahnya merasakan hal yang sama, ketika mereka berada di dalam kelas yang ada jadwal Askanya.
Baru kali ini Aska berangkat lebih awal dari siapapun. Padahal ia sampai kampus pukul delapan pagi. Hal tersebut membuat Aska merasa bingung karena memang keadaan sekitar tampak sepi tanpa penghuni. Hal tersebut menggiring Aska untuk keluar ruangan karena ia takut dianggap sebagai maling jika ada yang melihatnya.
Aska menempatkan pantatnya di atas bangku tunggu di depan ruang dosen. Hanya terlihat beberapa helai daun yang berguguran dengan riang. Mereka berjatuhan dengan tebar yang acak. Satu demi satu, dan salah satu di antaranya hanyut bersama angin dan hinggap dipangkuan.
“Kyaaaaaaaaaaaaa!!!!!”
Aska berteriak dengan lantang. Ia melihat geliat ulat bulu yang menebeng di atas guguran daun. Teriakannya tidak merubah situasi dan kondisi, karena lingkungan masih saja terlihat sepi.
Tampak dengan jelas perpindahan tempat dari seekor ulat bulu. Rambatan dari daun menuju celana jeans mengakibatkan efek rinding yang tak terkira di diri Aska.
“EMAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKK!!!”
Semakin keras, semakin panjang, dan semakin dramatis. Tampak dengan jelas air mata Aska memberontak ingin keluar. Hentakan kaki seperti bayi pun tidak mengubah fakta apapun, ulat bulu di pahanya tampak santai berjalan tanpa ragu.
“Yaelah, kek ginian aja takut!” ucap seorang cewek yang tiba-tiba datang.
Bak malaikat, cewek tersebut langsung mengambil ulat tersebut dengan tangan kosong. Aska merasa sangat lega dan sukses me-lock down air matanya agar tak terkontaminasi dengan dunia luar.
“Niiihhhhhhhh... Takut niiiiiiiiiihhhhhhhhh,” lanjut cewek tersebut sembari menyodorkan ulat tersebut ke wajah Aska.
“Eitttttssss... Gak takut!” sahut Aska dengan melakukan gerakan akrobatik yang mampu dengan cepat mengelak, menjauhkan diri dari cewek tersebut.
Setelah menjauhkan diri, sudut pandangnya menjadi semakin luas. Ia ingat akan sesuatu. Suara, aroma dan raut muka dari cewek tersebut tampak akrab diingatannya. Otaknya terus berpikir untuk menyimpulkan tentang siapa cewek yang ada di depannya. Sampai akhirnya, Aska pun ingat tentang siapa sebenarnya yang telah menolongnya.
“Eh, elu kan...” tanya Aska belum rampung.
“Ter... baaaanggg...”
Cewek tersebut tiba-tiba saja melemparkan ulat bulu di tangannya dengan tenang. Ulat bulu tersebut bagaikan superhero yang terbang menuju suatu tempat. Sampai akhirnya tepat mendarat di jidat, yang menyebabkan Aska berhenti bernapas beberapa saat.